Kakek Tua oleh Alia Cloud
Kakek Tua
Goresan tinta Alia Cloud
I
Ketika aku di Sarolangun, Muaro Sawah tempatnya
Ku dengar negeri ini bertuah
Suatu hari, tatkala di rayu kedua jiwa
Datanglah dua sosok gadis muda
Menepak kaki menaiki
benda beroda dua
Ekornya panjang berdebu-debu ku rasa
Menuju sebuah rumah kakek tua
Kala itu, rasa ingin tahu semakin haus
Dugaanku, ini rumah sangat religius
Pastinya disini telah tercetak prasasti
Sebuah sejarah yang belum diketahui
Setelah itu,
Keluarlah sosok jiwa yang renta sedang berdiri
Dagingnya tipis, dan tulangnya tampak sekali
Dengan sangat yakin ku tatap matanya dalam, lagi dan lagi
Terpancar cahaya ilmu nan kiat dari bola matanya
Mempersilahkan kami masuk dan duduk di kursi tua
Mungkin hampir sebaya usianya
Ku lihat disekitar, disekeliling, di mana-mana
Aku dan gadis di sebelahku sama saja melongonya
Tuan ini sangat gemar membaca meski usia menggerogoti
tubuhnya
Tuan Ismail Kasim namanya
Terkagum kagum dua jiwa
II
Melagu indah suara nan bersahabat, sang kakek pun berkisah
Negeriku kini melampau jauh berbeda
Jikalah dulu keabadian kebebasan adalah mimpi
Kini keserakahan merajut mimpi
Saat itu....
Ozon membalut tebal menghiasi garis cakrawala
Tangan-tangan merawat ibu pertiwi senantiasa menebar jasa
Tangan itu patuh kepada Sang Arsitek Maha Kuasa
III
Saat itu...
Cerita cinta bergandeng damai masih utuh
Hingga kala itu....
Negeri bertuah jadi target
Semua wajah dan topeng kepalsuan
Menawarkan janji yang khianat
Meluluhlantakkan tanah dan cinta tertanam selama ini
Saat itu....
Ketika itu keluar bisikan semangat
Semangat kebangsaan berkobar menyala
Genderang perang!
Satu-satu tertatih
Berselempang semangat tak takut mati
Mengakar cinta kami pada negeri
Pada tanah air, demi rumah ini!
Kakek tua berkaca-kaca.... dengan semangat kobaran ceritanya
Rasa haru dan malu merasuk ke kalbuku
Mendengar kisah kesatuan bangsa terdahulu
Rasa persatuan sebagai manusia Indonesia
Kerana kerja keras perjuangan mereka
Teruntuk negari tercinta
Kakek tua kembali menggerakkan bibirnya
“lihatlah nak! Negeri ini telah luput jati dirinya!
Jujur entah berantah. Tak tahu rimbanya.
Semua ditipu terus menerus. Musnah kebersamaan oleh keegoan
Akhak runtuh dan wajah bulat cinta pada negeri telah lusuh.
Jikalah dulu bendera pusaka butuh berjuta-juta darah
Tuk mengibarnya
Mengapa justru sekejap tuk menghancurkannya?
Anda saja mutiara sifat kembali meradang
Nilai-nilai luhur kembali menjulang
Seperti dahulu, bahagianya negeriku ini!”
“Anakku... aku rindu masa dahulu.
Mendalam seperti samodra biru yang dalam
Jadilah jiwa bersahaja.... rajin membaca mengurai kata
Tanamlah mutiara sifat dalam ruh jiwa
Nilai-nilai luhur pun begitu jua
Begitulah sosok dahulu manusia Indonesia
Jadilah pahlawan negeri ini
Tak mesti darah yang kau korbankan layaknya dulu
Belajarlah dalam kesungguhan bagi rinduku
Teruntuk : Alm. Kakek
Ismail Kasim , Sarolangun
Komentar
Posting Komentar