Zona 3 Latihan Kecerdasan Emosional dan Spritual
Aku memulai zona 3 di hari ke-2 tantangan. Jujur, bingung sekali bagaimana mengawalinya karena aku tinggal sendirian di Gisting. Aku coba dong telpon adikku nun jauh di Provinsi Jambi. Alhasil tidak sesuai harapan. Adikku malah mencuekkan diriku hiks 😭
Terus aku coba menghubungi pasanganku yang juga LDR. Ya Tuhan, semua orang terdekatku jauuhhh semua. Bakal sulit sekali apalagi semuanya punya kesibukan tersendiri. Termasuk ibu kandungku. Tak ada yg bisa kuharapkan. Semua sudah kuhubungi dan mereka menolak. Sejujurnya aku tidak tahu apakah akan mampu melaju zona 3 dengan kendala ini. Sebagai perantau, tanpa sanak saudara, sendirian di sini aku gak punya sosok target untuk famiys project. Tuhan kapan aku gak sendirian lagi d sini? *Hehe
Tiba-tiba aku teringat akan mengajar bimbel Shelves di kosan. Iya, Shelves anak didik kelas 4 SD yang sudah kuajar selama hampir 3 bulan. Pertemuanku seminggu bersama Shelves 3x dalam semingu. Setelah 3 pertemuan aku bakal bingung siapa the next target project family deh serius 😅
Aku pun paginya memulai melakukan perencanaan. Hal apa ya yg bisa kulakukan bersama Shelves. Beragam hal sudah kupikirkan tapi semuanya terkesan sulit karena waktu yg terbatas. Aha! Aku teringat kalau Shelves kurang dalam kegiatan keagamaan karena selama ini terlalu asyik belajar daring dan bermain di rumah. Bahkan setiap memulai pembelajaran, Shelves tidak pernah berdoa dan aku pun memang tidak pernah mengajaknya utk memulai doa hehe karena kami berbeda agama. Seharusnya itu tida boleh jadi alibi dong Aliyaaaaaa🥴
Berdoa bareng tentu hal yg mudah dilakukan bersama. Dan tidak rumit juga tidak menghabiskan waktu utk belajar bimbel. Kan aku dibayar utk ngajar anak oraaaangg😂😂🙏 jadi waktunya ya buat belajar yea kan bukan buat maiinn.
Jadi aku menanya shelves mau gak kita memulai pembelajaran utk berdoa. Dia pun bersedia. Lalu aku memintanya utk berdoa sebelum belajar sebagaimana yg ia yakini. Ehhhhhh.... Dia malah lupa😅 haduuhh hampir dong 15 menit utk ingat doanya.
Woke tak apa. Memang jadi bahan candaan buat aku ke Shelves. Tetapi besoknya aku bilang bahwa besok Uni (panggilanku di sini) akan mengajari doa ala Uni dengan bahasa Indonesia. Aku sih berencana besok belajar doa secara umum aja berbahasa Indonesia dan bisa dipahami masing-masing walau kami berbeda keyakinan.
Alhamdulillah setelah berdoa memang jadi lebih fresh. Memang ya, anak kecil itu sibuk banget main. Jadi memang perlu pembiasaan sejak dini utk dekat sama Tuhan, dimulai dari hal-hal sederhana. Berdoa sebelum belajar kan sebagai bentuk syukur juga, begitulah yang kuajarkan ke Shelves.
Ini juga jadi bentuk refleksi ke diri sendiri untuk tidak meremehkan kegiatan sederhana seperti berdoa. Walau kecil tapi kan penuh makna.
Komentar
Posting Komentar